Share laman ini:

Ternyata pemerintah tidak memperhatikan juga sampai pada akhirnya puncaknya Hakim Agung ditangkap. Perlu ada suatu tindakan hukum, dan sesuai judul kita untuk mereformasi. Inilah waktunya, inilah saatnya.

Laksanto Utomo, November 2022

Mahkamah Agung (MA) didorong untuk tegas melakukan perubahan, seiring kabar terseretnya Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu yang lalu. Adapun penangkapan itu dilatarbelakangi dengan dugaan penerimaan suap atau uang pelicin dalam pengurusan perkara di MA. Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun mengatakan OTT Hakim Agung itu menunjukkan suatu pembenaran bahwa telah carut marutnya penegakkan hukum di Tanah Air.

Penangkapan Hakim Agung Sudrajat juga menjadi bukti bahwa budaya hukum dan moral penegak hukum di Indonesia masih buruk.

“Saya mengusulkan sudah lama sekali, untuk adanya perbaikan peradilan ini. (Akan tetapi) tidak bisa kita mengisi air kotor ini dengan air bersih. Buang dulu air kotornya,” kata Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, Sabtu (19/11/2022).

Dengan tegas, Gayus mengatakan bahwa perombakan di tubuh Mahkamah Agung itu harus segera dimulai mengingat Mahkamah Agung menjadi landasan peradilan kasasi, dan sebagai tempat final yang mengadili sengketa.

Selama ini pembenahan hukum di Tanah Air masih dilakukan setengah hati. Oleh sebab itu, ia mendorong agar reformasi birokrasi lembaga peradilan itu harus dilakukan secara totalitas.

“Kita semua butuh perbaikan, butuh reformasi total, butuh peralihan pada peradilan hukum Indonesia,” tegasnya.

Dewan Pembina APPTHI, Faisal Santiago menyayangkan benteng keadilan terakhir itu dirusak oleh penjaganya sendiri.

Reformasi secara total di Mahkamah Agung itu tidak dapat ditawar lagi. Dalam hal ini, Faisal menyoroti adanya kelalaian dalam proses rekruitmen, sehingga pembenahan harus dilakukan pada setiap lembaga yang memiliki keterikatan kewenangan.

“Saya tidak menyalahkan hakim, tetapi bagaimana proses rekruitmen nya itu. Harus kita rubah dan pertanggungjawaban nya harus ditetapkan,” kata Dewan Pembina APPTHI, Faisal Santiago.

Faisal berharap reformasi itu bisa dilakukan sehingga lembaga Komisi Yudisial yang dibentuk untuk mengawasi kerja hakim dan mempersiapkan rekrutmen hakim agung itu bisa memberikan wakil Tuhan yang adil di peradilan hukum Indonesia.

“Mudah mudahan proses rekruitmen ke depan dapat lebih baik sehingga ketika dia menjadi hakim di peradilan umum, lalu pengadilan tinggi, dia bisa bertugas baik,” ujarnya.

Senada dengan pakar hukum lain, Professor Hukum UPNV Jakarta, Taufiqurrohman Syahuri menilai ada 4 aspek yang harus diubah total dalam reformasi tersebut.

“Pertama, lembaganya itu sendiri, kedua sistemnya, ketiga materinya, isi undang undang nya, keempat personilnya atau hakimnya,” kata Professor Hukum UPNV Jakarta, Taufiqurrohman Syahuri

Sementara Ketua Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia, Laksanto Utomo mengurai kasus yang menjerat benteng peradilan terakhir di Indonesia beberapa tahun terakhir.

Dengan berbagai kasus tersebut, Laksanto mengatakan sudah sepatutnya Presiden ikut turun tangan di dalam melakukan upaya perbaikan hukum di Indonesia.

“Ternyata pemerintah tidak memperhatikan juga sampai pada akhirnya puncaknya Hakim Agung ditangkap. Perlu ada suatu tindakan hukum, dan sesuai judul kita untuk mereformasi. Inilah waktunya, inilah saatnya, ” tandasnya.