Share laman ini:
Laksanto Utomo Guru Besar Universitas Bhayangkara

Prof. Laksanto dalam seminar bertema “Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pembangunan Hukum Nasional yang Progresif dan Responsif” di Kampus Universitas Semarang (USM), Jawa Tengah, Rabu (10/7/2024).

SEMARANG – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (FH Ubhara) Jakarta, Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., mengatakan, penggusuran terhadap masyarakat adat dari tanah ulayatnya adalah bukti nyata negara dan pemerintah mengabaikan keberadaan hukum adat di Bumi Nusantara.

Prof. Laksanto menyampaikan pernyataan tersebut dalam webinar bertajuk “Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pembangunan Hukum Nasional yang Progresif dan Responsif” gelaran FH Universitas Semarang (UMS), Jawa Tengah (Jateng), Rabu, (10/7).

Prof. Laksanto lebih lanjut mencontohkan penggusuran terhadap masyarakat hukum adat sebagai imbas dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) dan masyarakat hukum adat Rempang untuk kepentingan investor.

“Itu hanya merupakan contoh kecil dari sekian banyak kasus serupa,” ujar Prof. Laksanto.

Atas dasar itu, dalam webinar ini, Prof. Laksanto yang juga Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, mengingatkan pemerintah jangan sampai mengabaikan eksistensi hukum adat sebagai hukum asli Indonesia.

Menurut Prof. Laksanto, pengabaian negara dan pemerintah terhadap eksistensi hukum adat sebagai hukum asli Indonesia, salah satunya disebabkan pemikiran bahwa hukum adat bersifat tradisional dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman.

“Seyogianya hindari pemikiran bahwa hukum adat bersifat tradisional dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum USM, Dr. Amri P. Sihotang, S.S., S.H., M.Hum., menyampaikan bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda akibat tantangan alam dan beragamnya kebutuhan hidup.

Menurut Dr. Amri, perbedaan tersebut memberikan pengalaman dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dan memunculkan berbagai sistem pengetahuan, baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.

Atas dasar itu, kata dia, setiap masyarakat selalu menghasilkan kebudayaan. Maka, hukum pun selalu ada dalam masyarakat dan tampil dengan ciri khasannya masing-masing.

Dr. Amri lebih lanjut menyampaikan, aneka perbedaan karaifan lokal setiap daerah juga terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.

Sedangkan pemateri lain, yakni Ahli Hukum Adat dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prof. Dr. Dra. M.G. Endang Sumiarni, S.H., M.Hum., menyoroti peradilan adat yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

Menurutnya, pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Namun, kata dia, pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan.

Ketua panitia acara tersebut, B. Rini Heryanti, S.H., M.H., menyampaikan, webinar ini dalam rangka Dies Natalis ke-37 UMS sekaligus pemenuhan tridarma perguruan tinggi.

Tema di atas mengenai kearifan lokal karena itu merupakan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat dan merupakan salah satu sumber hukum baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

Ia mengharapkan, dalam pengembangan hukum nasional yang progresif dan responsif, memperhatikan nilai-nilai luhur tersebut. Keberlanjutan dan keseimbangan bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan tertentu).

Kegiatan diikuti oleh 354 peserta seminar nasional dan 116 judul artikel untuk call for paper dari kampus di berbagai wilayah di Indonesia, dengan pemakalah sebanyak 211 orang. Hasil luaran dari kegiatan ini adalah Prosiding ISBN, publikasi pada Jurnal Scopus, dan Jurnal Nasional Terakreditasi Sinta.

Selain webinar, ada juga penandatangan Perjanjian Kerja Sama dengan universitas mitra, yaitu Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda, Universitas Darul Ulum Islamic Center (UNDARIS), Universitas Merdeka Madiun, Universitas Surya Kancana, Universitas Muhammadiyah Kupang, dan Universitas Dr. Soetomo Surabaya.

Ia mengatakan bahwa kegiatan ilmiah ini dilaksanakan rutin setiap tahun dengan tema yang berbeda. Ini sebagai bentuk komitmen dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menurutnya, FH USM mempunyai tanggung jawab untuk memahamkan aturan-aturan hukum tidak hanya kepada mahasiswa, namun juga kepada masyarakat luas.

Tahun ini, FH USM mengangkat tema mengenai kearifan lokal karena kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat dan merupakan salah satu sumber hukum baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

[Sumber: GATRA.com]